PSIKOANALISIS

Oleh : Kuntjojo
A.   Sigmund Freud sebagai Pendiri Psikoanalisis
Berbicara mengenai Psikologi Dalam (depth psychology) dan Psikoanalisis pasti berbicara mengenai Sigmund Freud. Sebab psikoanalisis yang merupakan main stream dari psikologi dalam merupakan hasil karya Sigmund Freud. Temuan Freud tentang ketidaksadaran jiwa sebagai salah satu penggerak perilaku manusia dinyatakan sebagai temuan yang fenomenal. Freud dilahirkan pada 6 Mei 1856 di Moravia, sebuah kota kecil di Austria. Pada saat dia berumur 4 tahun, keluarganya mengalami kemunduran dalam bidang ekonomi, dan ayah Freud membawa pindah keluargnya, termasuk Freud, ke Wina. Setelah tamat dari sekolah menengah di Wina, Freud masuk fakultas kedokteran Universitas Wina dan lulus sebagai dokter tahun 1881. Semula ia tidak ingin berpraktik sebagai dokter karena ingin menjadi peneliti. Namun karena kebutuhan keluarga, terutama setelah dia menikah maka akhirnya mulai tahun 1886 ia menjalani praktik sebagai dokter. Meskipun demikian minatnya untuk menjadi ilmuwan tidak pernah surut  Di sela-sela praktiknya, ia masih menyempatkan diri untuk melakukan penelitian dan menulis, terutama dalam bidang neurologi, sebuah bidang yang mendorong Freud menekuni penyembuhan  gangguan-gangguan neurosis.
Minat Freud pada penyembuhan histeria mengantarkan dirinya bekerja sama dengan ahli saraf ternama dari Wina, yaitu Dr. Joseph Breuer. Dalam upaya menyembuhkan pasien penderita histeria, mereka menggunakan metoda hipnosis. Namun setelah terbit buku yang memuat tentang penanganan kasus gangguan jiwa tersebut, Freud memisahkan diri dari Breuer dan juga meninggalkan metoda tersebut Metoda hypnosis menurut Freud, memiliki kelemahan. Kelemahan pertama adalah bahwa metoda tersebut memperlemah jiwa pasien, sedangkan pasien penderita hysteria keadaan jiwanya telah lemah. Kelemahan kedua adalah bahwa kesembuhan pasien ternyata tidak bersifat permanent, melainkan hanya sementara.


Setelah meninggalkan metoda hipnosis, Freud mencoba metoda lain, yaitu metoda sugesti, yang dipelajari dari Barnheim pada tahun 1889. Metoda inipun tidak memuaskan Freud karena pelaksanaannya sangat berat. Kemudan ia mengem-bangkan suatu metoda yang ia sebut metoda asosiasi bebas (free association method). Metoda asosiasi bebas dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa pengalaman traumatis pasien histeria dapat diungkapkan pasien dalam keadaan sadar.
Dalam asosiasi bebas pasien diminta untuk mengemukakan secara bebas apa saja yang terlintas dalam isi jiwanya. Bagi terapis, apa saja yang dikemukakan oleh pasiennya merupakan bahan untuk menggali dan mengungkap ingatan-ingatan  atau pengalaman-pengalaman traumatis dari alam tak sadar pasien. Hal yang sangat penting dalam pengembangan metoda asosiasi bebas adalah bahwa metoda ini dengan prinsip yang mendasarinya telah membawa Freud kepada suatu kesimpulan bahwa ketidak sadaran memiliki sifat dinamis dan memegang peranan penting  terhadap terjadinya gangguan jiwa seperti histeria


B.  Arti Psikoanalisis
Menurut Freud, psikoanalisis mempunyai tiga arti Bertens, 1979: x – xi). Pertama, istilah psikoanalisis dipakai untuk menunjukkan suatu metoda penelitian terhadap proses-proses psikis yang sebelumnya hampir tidak terjangkau oleh penelitian ilmiah. kedua, istilah ini menunjukan juga suatu teknik untuk menyembuhkan gangguan-gangguan jiwa yang dialami pasien neurosis. Ketiga, istilah yang sama juga dalam arti lebih luas lagi untuk menunjukkan seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metoda dan teknik tersebut.
C.  Psikoanalisis sebagai Aliran Psikologi
Sebagai aliran psikologi, psikoanalisis banyak berbicara mengenai kepribadian. Di samping itu aliran psikologi ini juga membahas ketidak sadaran, mimpi,   neurosis, dan lain-lain.
1.   Kesadaran dan Ketidak-sadaran Jiwa
Freud menjadi sangat terkenal berkat gagasannya tentang kesadaran (conscious mind) dan ketidak-sadaran (unconscious mind) meskipun dia bukan orang pertama yang menemukan ide itu. Dia menjadi terkenal karena mampu membuat ide tersebut menjadi terkenal (Boeree, 2005: 346).
Kesadaran merupakan apa yang disadari individu pada saat-saat tertentu, misalnya penginderaan, ingatan, pemikiran, fantasi, perasaan, dst.  Disamping alam sadar dan alam tak sadar, Freud juga menyatakan adanya alam pra-sadar (preconscious mind), yaitu apa yang sekarang lebih populer dengan sebutan kenangan yang tersedia (available memory), yaitu segala sesuatu yang dengan mudah dipanggil ke dalam alam sadar (Boeree, 2005 : 346).  Isi alam pra-sadar berasal dari alam sadar dan alam tak sadar. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan untuk pindah ke daerah pra-sadar dan di sisi lain isi materi daerah tak sadar dapat muncul ke daerah pra-sadar (Alwisol, 2005: 18).
Alam tak sadar, menurut Freud, merupakan bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan bagian terpenting dari jiwa manusia. Freud menegaskan bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi kenyataan empirik (Alwisol, 2005: 18). Isi dari daerah tak sadar adalah instink-instink, impuls dan dorongan-dorongan yang dibawa sejak lahir, dan pengalaman-pengalaman traumatis tertentu, yang menurut Freud biasanya terjadi pada masa kanak-kanak,  yang ditekan oleh kesadaran untuk pindah ke daerah tak sadar. (Boeree, 2005 : 346).
  2. Kepribadian
Menurut Freud tujuan pokok dilakukannya analisis terhadap aspek-aspek kejiwaan manusia bukan untuk mendapatkan teknik penyembuhan gangguan jiwa tetapi untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam mengenai kehidupan kejiwaan pada umumnya (Masrun, 1977 : 5). Itulah sebabnya pembahasan tentang kepribadian menjadi dominan dalam Psikoanalisis. Secara garis besar Psikoanalisis  membahas kepribadian dari tiga aspek, yaitu struktur, dinamika, dan perkembangan.
a.   Struktur kepribadian
Menurut Freud (Alwisol, 2005 : 17), kehidupan jiwa memiliki itga tingkat kesadaran, yaitu sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious). Sampai dengan tahun 1920an, teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga unsur tersebut. Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya (Awisol, 2005 : 17).
Freud berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu sistem yang terdiri dari 3 unsur, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich (dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan the Id, the Ego, dan the Super Ego), yang masing memiliki asal, aspek, fungsi, prinsip operasi, dan perlengkapan sendiri.
1)   Das Es
Das Es (the Id) adalah aspek biologis kepribadian yang paling dasar, sistem yang didalamnya terdapat naluri-naluri, yang merupakan factor bawaan. Das Es merupakan aspek biologis dari kepribadian, yang fungsinya adalah mempertahankan konstansi, maksudnya membawa organisme dari keadaan tidak menye-nangkan, karena munculnya kebutuhan-kebutuhan, ke keadaan seperti semula, yaitu menyengkan. Oleh karena itu dinayatkan oleh Freud bahwa prinsip bekerjanya das Es adalah pleasure principle.  Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, das Es memiliki perlengkapan dua macam proses. Proses yang pertama yaitu tindakan-tindakan refleks dan proses primer, adalah suatu bentuk tingkah laku atau tindakan yang mekanisme kerjanya otomatis dan segera. Proses yang kedua adalah proses primer, yaitu dengan membentuk bayangan dari objek tertentu yang bisa mengurangi ketegangan.
2)    Das Ich
Das Ich atau the Ego merupakan aspek psikologis dari kepribadian yang terbentuk melalui hasil interaksi individu dengan realitas. Dengan das Es, individu diarahkan pada kenyataan. Adapun proses yang ada pada das Ich adalah proses sekunder (secondary process). Dengan proses sekundernya tersebut das Ich memformulasikan rencana bagi bagi pemuasan kebutuhan dan menguji apakah hal itu bisa dilakukan atau tidak. Dengan demikian, das Ich bagi individu bukan hanya bertindak sebagai penunjuk kepada kenyataan, tetapi juga berperan sebagai penguji kenyataan atau reality tester dan dalam memainkan peranannya, das Ich melibatkan fungsi psikologis yang tinggi yaitu fungsi intelektual (Koeswara, 1991 : 34).
3)    Das Ueber Ich
Das Ueber Ich atau the Super Ego adalah aspek sosiologis dari kepribadian, yang isinya berupa nilai-nilai atau aturan-aturan yang sifatnya normative. Menurut Freud das Ueber Ich terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai dari figur-figur yang berperan, berpengaruh atau berarti bagi individu. Aspek kkepribadian ini memiliki fungsi :
a)  sebagai pengendali das Es agar dorongan-dorongan das Es disalurkan dalam bentuk aktivitas yang dapoat diterima masyarakat;.
b)  mengarahkan das Ich pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral;
c)  mendorong individu kepada kesempurnaan.
Dalam menjalankan tugasnya das Ueber Ich dilengkapi de-ngan conscientia atau nurani dan ego ideal. Freud menyatakan bahwa conscentia berkembang melalui internalisasi dari peri-ngatan dan hukuman, sedangkan ego ideal berasal dari pujian dan contoh-contoh positif yang diberikan kepada anak-anak.
b.   Dinamika Kepribadian
1)   Distribusi enerji
Dinamika kepribadian,  menurut Freud bagaimana energi psikis di-distri-busikan dan dipergunakan oleh das Es, das Ich, dan das Ueber Ich. Freud menyatakan bahwa enerji yang ada pada individu berasal dari sumber yang sama yaitu makanan yang dikonsumsi. Bahwa enerji manusia dibedakan hanya dari penggunaannya, enerji untuk aktivitas fisik disebut enerji fisik, dan enerji yang dunakan untuk aktivitas psikis disebut enerji psikis.
Freud menyatkan bahwa pada mulanya yang memiliki enerji hanyalah das Es saja. Melalui mekanisme yang oleh Freud disebut identifikasi, energi tersebut diberikan oleh das Es kepada das Ich dan das Ueber Ich.
Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego (ego defence mecha-nism) sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan das Es maupun untuk menghadapi tekanan das Uber Ich atas das Ich, dengan tujuan kecemasan yang dialami individu dapat dikurangi atau diredakan (Koeswara, 1991 : 46).
Freud menyatakan bahwa mekanisme pertahanan ego itu adalah mekanisme yang rumit dan banyak macamnya. Berikut ini 7 macam mekanisme pertahanan ego yang menurut Freud umum dijumpai (Koeswara, 1991 : 46-48).
1) Represi, yaitu mekanisme yang dilakukan ego untuk mere-dakan kecemasan dengan cara menekan dorongan-dorongan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut ke dalam ketidak sadaran.
2) Sublimasi, adalah mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk mencegah atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan primitif das Es yang menjadi penyebab kecemasan ke dalam bentuk tingkah laku yang bisa diterima, dan bahkan dihargai oleh masyarakat.
3) Proyeksi, adalah pengalihan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang menimbulkan kecemasan kepada orang lain.
4)   Displacement, adalah pengungkapan dorongan yang menim-bulkan kecemasan kepada objek atau individu yang kurang berbahaya dibanding individu semula.
5)   Rasionalisasi, menunjuk kepada upaya individu memutar-balikkan kenyataan, dalam hal ini kenyataan yang mengamcam ego, melalui dalih tertentu yang seakan-akan masuk akal. Rasionalissasi sering dibedakan menjadi dua : sour grape technique  dan sweet orange technique.
6) Pembentukan reaksi,  adalah upaya mengatasi kecemasan karena individu memiliki dorongan yang bertentangan dengan norma, dengan cara berbuat sebaliknya.
7) Regresi, adalah upaya mengatasi kecemasan dengan bertinkah laku yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
c.   Perkembangan Kepribadian
1)   Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian
Perkembangan  kepribadian individu menurut Freud, dipengauhi oleh kematangan dan cara-cara individu mengatasi ketegangan. Menurut Freud, kematangan adalah pengaruh asli dari dalam diri manusia.
Ketegangan dapat timbul karena adanya frustrasi, konflik, dan ancaman. Upaya mengatasi ketegangan ini dilakukan individu dengan : identifikasi, sublimasi, dan mekanisme pertahanan ego.
2)   Tahap-tahap perkembangan kepribadian         
Menurut Freud, kepribadian individu telah terbentuk pada akhir tahun ke lima, dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan penghalusan struktur dasar itu. Selanjutnya Freud menyatakan bahwa perkembangan kepribadian berlangsung melalui 6 fase, yang berhubungan dengan kepekaan pada daerah-daerah erogen atau bagian tubuh tertentu yang sensitif terhadap rangsangan. Ke enam fase perkembangan kepribadian adalah sebagai berikut (Sumadi Suryabrata, 1982 : 172-173).
1)  Fase oral (oral stage ): 0 sampai kira-kira 18 bulan Bagian tubuh yang sensitif terhadap rangsangan adalah mulut.
2)   Fase anal (anal stage) : kira-kira usia 18 bulan sampai 3 tahun. Pada fase ini bagian tubuh yang sensitif adalah anus.
3)   Fase falis (phallic stage) : kira-kira usia 3 sampai 6 tahun.
      Bagian tubuh yang sensitif pada fase falis adalah alat kelamin.
4)   Fase laten (latency stage) : kira-kira usia 6 sampai pubertas Pada fase ini dorongan seks cenderung bersifat laten atau tertekan.
5)   Fase genital (genital stage)  :  terjadi sejak individu memasuki pubertas dan selanjutnya. Pada masa ini individu telah mengalami kematangan pada organ reproduksi
3.    Instink atau Naluri
Freud menyatakan bahwa manusia merupakan kompleks sistem energi, yang yang diperolehnya dari makanan dan dipergunakan untuk bermacam-macam hal.  Bagi Freud, energi yang ada dalam diri manusia dapat berupa energi psikis maupun energi fisik. Kedua energi tersebut dapat saling dipindahkan, dari energi psikis ke energi fisik dan sebailknya (Sumadi Suryabrata, 2000 : 149). Faktor yang menjembatani energi fisik dengan kepribadian adalah das es dengan naluri-nalurinya. Konsep-konsep Freud tentang naluri atau instink adalah sebagai berikut.
a.   Pengertian instink
Dalam konsep Freud, instink atau naluri adalah representasi psikologis bawaan dari eksitasi, yaitu keadaan tegang dan terangsang, pada tubuh yang diakibatkan oleh munculnya suatu kebutuhan tubuh  Menurut Freud, naluri akan menghimpun sejumlah energi psikis bila suatu kebutuhan muncul, dsan pada gilirannya naluri akan mendorong individu untuk bertindak ke arah pemuasan kebutuhan yang nantinya bisa mengurangi tegangan yang ditimbulkan oleh tekanan energi psikis tersebut (Koeswara, 1991: 36).
b.    Sumber instink
Sumber instink, menurut Freud adalah kondisi jasmaniah, yaitu kebutuhan. Instink muncul jika dalam individu ada kebutuhan-kebutuhan jasmani yang menghendaki pemenuhan.
c.   Tujuan instink
Freud menyatakan bahwa instink itu memiliki tujuan, yaitu menghilangkan rangsangan kejasmanian, sehingga ketidak nyamanan yang timbul karena adanya tagangan dapat dapat ditiadakan (Sumadi Suryabrata, 2000: 151).
d.   Objek instink
Objek instink adalah segala aktivitas yang mengantarai keinginan dan terpenuhinya keinginan tersebut. Dengan demikian objek instink tidak terbatas hanya pada bendanya tetapi juga cara-cara memenuhi kebutuhan jasmani yang muncul.
e.    Sifat-sifat instink
Menurut Freud, instink memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri : 1) kon-servatif, yaitu selalu berusaha memelihara keseimbangan organisme dengan cara mengatasi keadaan tegang, 2) regresif, artinya selalu berusaha mengurangi atau menghilangkan keadaan tegang, dan 3) ber-ulang-ulang, yaitu selalu mengulangi keadaan tenang dan tegang.
f.     Macam-macam instink
Freud menyatakan bahwa instink yang dimiliki manusia jumlahnya banyak, yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu instink kehidupan  atau eros dan instink kematian atau thanatos (Koeswara, 1991 : 38-39).
4.   Mimpi
a.   Pentingnya teori tentang mimpi dalam psikoanalisis
Freud sangat tertarik dengan mimpi dan berusaha menjelaskannya dalam kerangka teori psikoanalisis. Bahkan analisis mimpi dijadikan metoda penelitian dalam psikoanalisis. Freud tertarik dengan mimpi karena sejumlah alasan  berikut ini (Berry, 2001 : 33).
1)    Mimpi terjadi di tengah tidur, ketika pikiran sadar melepaskan cengkeramannya dan membuatnya tanpa kekangan. Freud meman-dang mimpi sebagai manisfestasi alam tak sadar. Oleh karena itu ia menyebut mimpi sebagai via regia (jalan besar) untuk menuju alam bawah sadar.
2)    Bahwa orang tak dapat dipaksa untuk mengerti tentang apa yang sedang berlangsung dalam alam ketidaksadarannya dan hanya dengan analisis mimpi dan asosiasi bebas alam tak sadar yang berhubungan dengan neurotil benar-benar dapat dimengerti.
3)    Menurut Freud, mimpi seringkali berhubungan dengan masalah-masalah seksual yang berasal dari masa kanak-kanak. Masalah tersebut menurut Freud hanya bisa diselesaikan analisis mimpi dan asosiasi bebas.
4)    Freud memandang semua mimpi sebagai ekspresi dari pemenuhan harapan.
b.   Mekanisme mimpi
Freud menyatakan bahwa setiap mimpi memiliki isi manifest dab laten. Manifes merupakan aspek dari suatu mimpi yang secara sadar teringat, sedangkan laten adalah aspek dari mimpi yang tidak dimengerti secara sadar sebelum dilakukan analisis. Mekanisme munculnya mimpi dengan  dua aspek tersebut mekanismenya menurut Freud sebagai berikut (Berry, 2001 : 36).
1)  Pikiran yang sedang tidur itu mulai menciptakan mimpi dengan dasar pemenuhan harapan.
2)  Pikiran dikejutkan oleh harapan tersebut dan melakukan penyensoran terhadapnya. Hal ini menyebabkan terjadinya distorsi pada cara munculnya harapan di dalam mimpi.
c.   Metoda penafsiran mimpi
Freud menolak pandangan yang menyatakan bahwa mimpi sebagai hasil yang tidak bermakna dari proses yang dialami tubuh pada saat tidur. Ia beranggapan bahwa setiap mimpi memiliki arti.  Untuk menyingkap arti mimpi, Freud menggunakan dua metoda, yaitu metoda simbolik dan metoda sandi (Berry, 2001: 39).
1)   Metoda simbolik
Metoda simbolik adalah metoda penafsiran mimpi melalui pen-carian makna dari symbol-simbol yang muncul dalam mimpi (manifestasi impian). 
2)   Metoda sandi (decoding)
Dalam metoda sandi Freud berusaha menggunakan “kunci” yang tepat. Freud memberi catatan bahwa metoda sandi bukan metoda ilmiah karena “kunci” aslinya bisa saja salah.
Dalam bukunya yang diberi judul The Interpretation of Dream, Freud menganalisis mimpinya sendiri, karena ia merasa bahwa kliannya yang menderita neurosis mungkin saja mempunyai mimpi yang tidak mewakili “normanya”  selain itu, untuk menganalisis mimpi klien berarti meng-ekspos hal-hal yang bersifat rahasia dari pasien. Berkenaan dengan penafsiran mimpi, Freud telah memberikan saran-saran yang bermanfaat sebagai berikut (Berry, 2001: 40).
1)    Menafsirkan mimpi merupakan suatu kerja keras yang membu-tuhkan ketekunan.
2)    Setelah analisis terhadap suatu mimpi selesai dilakukan hendaknya hasilnya diendapkan terlebih dahulu. Wawasan yang segar bisa saja muncul belakangan.
3)    Mimpi seringkali terjadi dalam kelompok-kelompok yang memiliki tema yang serupa. Suatu wawasan yang muncul dalam sebuah mimpi mungkin dapat mengungkap keseluruhan rangkaian mimpinya.
4)    Sesuatu yang tampaknya dangkal atau remeh di dalam suatu mimpi mungkin sebenarnya merupakan suatu wawasan mendalam yang tersembunyi.
5)    Penting bagi analis untuk memberikan perhatian terhadap semua komentar klien betapapun kelihatannya remeh.
5.   Kecemasan
Manusia merupakan organisme yang tentu saja tidak bisa lepas dari lingkungan. Dari lingkungan, individu dapat memenuhi berbagai kebu-tuhannya. Dan dari lingkungan pula individu dapat mengalami kecemasan (anxiety).
a.   Macam-macam kecemasan
Freud membedakan kecemacam menjadi tiga macam, yaitu kece-masan realistis, kecemasan neurotis, dan kecemasan moral (Surya-brata,   Koeswara, 1991 : 45).
1)   Kecemasan  realistis
Kecemasan realistis adalah kecemasan atau ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya nyata yang ada di lingkungannya, misalnya binatang buas, orang jahat, dst.
2)   Kecemasan neurotis
Kecemasan neurotis adalah kecemasan yang timbul karena tidak terkendalinya dorongan-dorongan primitive (das Es) oleh das Ich yang nantinya bisa mendatangkan hukuman.
3)   Kecemasan moral
Kecemasan moral merupakan kecemasan yang terjadi akibat tekanan das Ueber Ich pada das Ich. Tekanan terbut muncul karena individu telah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip moral.
b.   Fungsi kecemasan
Freud menyatakan bahwa kecemasan tidak selalu berarti negatif tetapi dapat berfungsi positif,  yaitu sebagai peringatan akan dating-nya bahaya atau sesuatu yang tak diharapkan. Dengan adanya peringatan tersebut maka akan muncul tindakan-tindakan tertentu untuk mengatasinya.
c.   Dampak negatif kecemasan
Kecemasan atau ketakutan yang tidak dapat dikuasai dengan tindakan-tindakan yang efektif disebut ketakutan traumatis (Suryabrata, 2000 : 162). Ketakutan yang demikian itu, menurut Freud, akan membawa individu yang bersangkutan kepada ketidak berdayaan yang infantile. Sebenarnya, demikian menurut Freud (Suryabrata, 2000: 162), prototipe dari semua ketakutan manusia adalah trauma kelahiran. Bayi yang baru lahir, kata Freud, sudah dihadapkan dengan berbagai stimuli-stimuli yang yang sangat berat bagi dirinya.
6.   Mourning dan Melancholia
Konsepsi Freud tentang mourning (keberkabungan) dan melancholia (depresi berat) dikemukakan dalam tulisan yang berjudul Mourning  and Melancholia (1915).  Freud menyatakan bahwa mourning dan melancholia sering dialami oleh orang yang bercerai atau pasangannya meninggal dunia. Adapun manisfestasi dari kedua gejala tersebut adalah sebagai berikut (Berry, 2001: 84-85).
a.   Individu yang bersangkutan mengutuk diri sendiri untuk apa yang telah terjadi, dan iapun berusaha menghancurkan diri sendiri, atau bahkan bunuh diri. 
b.   Individu yang bersangkutan menarik diri dari dunia luar, seperti halnya dalam nacissisme, tetapi kali ini dirinya dilihatnya begitru buruk, tak berharga, kotor, dan sebagainya.
c.   Keberkabungan (mourning) yang parah dapat menyembunyikan rasa benci yang direpresi terhadap pasangannya yang “hilang” tersebut. Orang yang telah tidak ada tersebut diidentifikasikan dengan ego penderita, sehingga kebencian berubah menjadi kebencian terhadap diri sendiri. Freud menyebut gejala ini sebagai introyeksi.
d.   Penderita mungkin kembali ke dalam keadaan kanak-kanak, dengan ditandai oleh dominannya gigitan, buang air, dst.
7.   Psikopatologi
Freud memandang psikopatologi sebagai masalah dalam perkembangan, yaitu terganggunya kepribadian individu pada saat melewati tahap-tahap psikoseksual. Bagi Freud, perkembangan kepribadian sebagai sesuatu yang komulatif, sehingga gangguan pada masa awal perkembangan akan menjadi peristiwa traumatik yang berpengaruh sampai individu dewasa. Psikopatologi menurut psikoanalisis ada beberapa jenis yaitu : histeria, fobia, obsesi- kompulsi, depresi, dan ketagihan obat (Alwisol, 2005 : 45).
a.   Histeria
Histeria merupakan gangguan fisik, misalnya lumpuh, tuli, buta, dst. Yang penyebabnya bukan factor jasmaniah tetapi factor kejiwaan. Menurut Freud hysteria merupakan transformasi dari konflik-konflik psikis menjadi malfungsi fisik.
b.   Fobia
Fobia adalah ketakutan yang tidak realistis. Freud memandang gangguan ini sebagai dampak dari kecemasan yang dialihkan, bisa berupa kecemasan yang berkaitan dengan impuls seksual maupun kecemasan akibat peristiwa traumatis.
c.   Obsesi-kompulsi
Obsesi adalah ide tertentu yang selalu melekast pada diri seseorang sedangkan kompulasi adalah dorongan (bersifat paksaan dari dalam) untuk melakukan tindakan tertentu, yang sebenarnya tidak perlu, secara berulang-ulang .
d.   Depresi
Depresi merupakan gangguan jiwa dengan gejala-gejala perasaan tidak mampu, tidak berguna dan berharga. Menurut Freud, depresi berakar pada kehilangan cinta berkenaan dengan oedipus complex, sehingga dia marah pada diri sendiri
e.   Ketergantungan pada alcohol dan obat-obatan
Menurut Freud ketergantungan seseorang pada alkohol maupun obat-obatan dilator belakangi oleh instink kematian (thanatos) yang ada pada orang yang bersangkutan.
D.  Psikoanalisis sebagai Teknik Terapi
Telah dikekemukakan di bagian depan bahwa teori psikoanalisis (psikoanalisis sebagai aliran) psikologi dibangun berdasarkan data-data yang diperoleh Freud dari praktik kedokteran, khususnya dalam penanganan histeria. Meskipun Freud menyatakan bahwa apa yang ia lakukan tujuan utamanya untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang perilaku manusia, dan bukan untuk mendapatkan cara yang paling tepat dalam penanganan gangguan jiwa, tetapi tetapi diakui bahwa psikoanalisis juga merupakan teknik terapi. Teknik terapi yang dikembangkan Freud berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para pendahulunya. Dan ternyata apa yang ia lakukan mendapatkan pengakuan dari kalangan yang terkait bahkan menjadi dasar dalam psikoterapi modern.
1.   Tujuan psikoterapi
Psikoterapi dilakukan Freud bukan semata-mata untuk menghilangkan sindrom yang tidak dikehendaki, tetapi yang terutama ditujukan untuk memperkuat ego (das Ich) sehingga mampu mengendalikan dorongan-dorongan dari das Es dan memperbesar kemampuan individu untuk berkarya. Dalam psikoterapi klien dilatih bagaimana dorongan-dorongan agresif dan seksual, bagaimana mengarahkan keinginan dan bukan diarahkan oleh keinginan.
2.  Ciri-ciri Teknik Terapi Freud
Terapi Freud lebih berpengaruh bila dibandingkan teknik terapi yang dikembangkan oleh ahli lainnya. Teknik terapi Freud memiliki karakteristik tertentu yaitu (Boeree, 2005 : 354-355, Alwisol, 2005: 46).
a.   Dilaksanakan dalam suasana santai
Terapi dilakukan Freud dalam suasana santai. Suasana seperti itu diciptakan Freud melalui penataan ruang, warna dinding, penca-hayaan, dst  yang dibuat sedemikian rupa sehingga pasien betul-betul merasa nyaman dan betah berada di ruang tersebut.  Dengan suasana santai Freud berharap konflik-konflik yang telah ada di alam tidak sadar akan mudah muncul kea lam sadar.
b.   Klien diberi kebebasan
Dalam terapi Freud, klien dibebaskan untuk bicara apa saja, termasuk menangis, menjerit, mengumpat, dst   Jika klien mengalami bloking atau kebuntuan Freud berusaha membantu sehingga terjadilah asosiasi antara apa yang ada dalam alam tak sadar dengan apa yang berikan oleh terapis.
c.   Waktu pelaksanaan
Pertemuan terapeutik, pertemuan antara klien dan terapis dalam psikoterapi, biasanya dilakukan 4 atau 5 kali seminggu(1 sampai 2 jam pertemuan), selama 2 sampai 3 tahun.
3.    Teknik-teknik  yang Dipakai Freud dalam Terapi
Ada beberapa teknik yang dipakai Fredu dalam psikoterapinya, yaitu asosiasi bebas, analisis mimpi, parapraxies atau Freudian slips, interpretasi, alasisis tesisten, tranferensi dan pengulangan (Alwisol, 2005:46). Berikut penjelasan singkat untuk teknik-teknik tersebut.
a.    Asosiasi bebas
Dalam asosiasi bebas klien dipersilakan mewngemukakan apa saja yang terlintas dalam isi jiwanya, tidak peduli apakah hal itu remeh, memalukan, tidak logis, ataupun kabur. Dari ungkapan kesadaran tanpa sensor ini terapis memahami masalah kliennya. Asosiasi bebas dikembangkan Freud dan diterapkan dalam psikoterapi berdasarkan tiga asumsi (Alwisol, 2005 : 46 – 47), yaitu :
1)    apa saja yang dikatakan dan dilakukan seseorang sekarang, mempunyai makna dan berhubungan dengan perkataan dan perbuatannya dimasa lalu;
2)    materi yang ada dalam ketidak sadaran berpengaruh penting terhadap tingkah laku;
3)    materi yang ada dalam ketidak sadaran dapat dibawa ke kesadaran dengan mendorong ekspresi bebas setiap kali hal itu muncul ke dalam pikiran.
Menurut Freud, meskipun klien menghalangi topic tertentu dan berusaha menyembunyikannya, suatu saat terbentuk rantai aso-siasi yang membuat terapis dapat memahami konflik yang telah terjadi pada klien.
b.    Analisis mimpi
Ketika seseorang tidur control kesadaran terhadap ketidak sadaran menjadi lemah sehingga ketidak sadaran berusaha muncul keeper-mukaan dalam bentuk mimpi. Dengan memahami makna mimpi berarti dapat dipahami pula aspek-aspek ketidak sadaran yang berhu-bungan dengan konflik yang terjadi.
c.    Freudian slips
Freudian slips atau parapraxes adalah gejala salah ucap, salah membaca, salah dengar, salah meletakkan objek, dan tiba-tiba lupa. Bagi Freud gejala-gejala tersebut bukan bersifat kebetulan, tetapi berhubungan erat dengan ketidak sadaran. Dengan menganalisis ge-jala-gejala tersebut akan terungkap gambaran mental yang ada diba-liknya.
d.    Interpretasi
Dalam interpretasi terapis mengenalkan kepada klien makna yang tidak disadari dari pikiran perasaan, dan keingingannya.
e.    Analisis resistensi
Resistensi adalah mekanisme pertahanan dari klein untuk tidak mengungkapkan topik tertentu kerana alasan tertentu pula. Oleh karena itu dengan menganalisis apa yang ingin disembunyikan klien akan dapat diperoleh informasi yang sangat penting berkenaan dengan masalah yang pernah dialami klien.
f.     Tranferensi
Transferensi adalah pengungkapan isi ketidak sadaran yang ter-simpan sejak masa kanak-kanak dengan memakai terapis senagai medianya.
g.    Pengulangan
Pengulangan atau working through berupa tindakan menginter-pretasi dan mengidentifikasi masalah klien, mengulang resistensi dan transferensi, pada seluruh aspek pengalaman kejiwaan. Tindakan ini dilakukan secara berulang-ulang sampai terapis menemukan akar permasalah yang menyebabkan klien mengalami gangguan.
REFERENSI
Alwisol. (2005)  Psikologi Kepribadian. Malang : Penerbit Universitas Muhammadyah Malang.
Berry, Ruth. (2001)  Freud : Seri Siapa Dia. (Alih Bahasa : Frans Kowa). Jakarta: Erlangga.
Boeree, C.G. (2005) Sejarah Psikologi : Dari Masa Kelahiran Sampai Masa Modern (Alih Bahasa : Abdul Qodir Shaleh). Yogyakarta : Primasophie.
Koeswara, E. (1991)  Teori-teori Kepribadian. Bandung : PT Eresco.
Masrun. (1977) Aliran-aliran PsikologiYogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Sumadi Suryabrata. (2005)  Psikologi Kepribadian. Jakarta : CV Rajawali.

1 comments:

Anonymous said...

ok,,,bagus pak

Post a Comment