DIMENSI ONTOLOGIS ILMU

Oleh: Kuntjojo

1.    Beberapa Tafsiran Metafisika
Ontologi merupakan cabang dari metafisika yang membicarakan eksistensi dan ragam-ragam dari suatu kenyataan. Ada beberapa tafsiran tentang kenyataan diantaranya adalah supernaturalisme dan naturalisme. Menurut supernaturalisme, bahwa terdapat wujud-wujud yang bersifat gaib (supernatural) dan wujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibanding wujud alam yang nyata. Animisme, pandangan yang menyatakan bahwa terdapat roh-roh yang bersifat gaib, yang terdapat dalam benda-benda tertentu, seperti batu, gua, keris, dst., merupakan kepercayaan yang didasarkan supernaturalisme.
Ada pandangan yang bertolak belakang dengan supernaturalisme. Pandangan ini dikenal dengan naturalisme. Materialisme,  merupakan paham yang berdasarkan naturalisme, mengganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan gaib tetapi oleh kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan demikian dapat diketahui.  Tokoh yang dipandang sebagai pioner materialisme adalah Democritos (460-370 SM).

2.    Hakikat Ilmu
Berbicara tentang ilmu tidak bisa terlepas dari pembicaraan tentang pengetahuan karena keduanya berhubungan erat.  Ada beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan pengetahuan dan sekaligus ilmu. Pertanyaan-pertanyaan berikut merupakan beberapa contoh. Apakah yang dimaksud dengan ilmu ? Samakah ilmu dengan pengetahuan ? Bila keduanya berbeda, perbedaannya bagaimana?  
Pengetahuan,  yang dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan knowledge, menurut Jujun S. (2005 : 104),  pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Ilmu, menurut pendapat di atas, menunjuk pada terminologi yang bersifat khusus, yang merupakan bagian dari pengetahuan.
Pengertian ilmu dan perbedaannya dengan pengetahuan nampak lebih jelas sebagaimana dinyatakan oleh  Ketut Rinjin. Menurut Rinjin (1997 : 57-58), ilmu merupakan keseluruhan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan logis dan bukanlah sekadar kumpulan fakta, tetapi pengetahuan yang mempersyaratkan  objek, metoda, teori, hukum, atau prinsip.
Ilmu, yang dalam bahasa  Inggris dinyatkan dengan science, bukan sekadar kumpulan fakta, meskipun di dalamnya juga terdapat berbagai fakta. Selain fakta, di dalam ilmu juga terdapat teori, hukum, prinsip, dst., yang diperoleh melalui prosedur tertentu yaitu metoda ilmiah. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metoda ilmiah (Jujun S., 2005 : 119). Sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui beberapa cara, yaitu pengalaman, intuisi, pendapat otoritas, penemuan secara kebetulan dan coba-coba (trial and error) maupun penalaran.
Ada paradigma baru yang memandang ilmu bukan hanya sebagai produk. The Liang Gie (2004 : 90), setelah mengkaji berbagai pendapat tentang ilmu, menyatakan bahwa ilmu dapat dipandang sebagai proses, prosedur, dan produk. Sebagai proses, ilmu terwujud dalam aktivitas penelitian. Sebagai prosedur, ilmu tidak lain adalah metoda ilmiah. Dan sebagai produk, ilmu merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis. 
Ketiga dimensi ilmu tersebut merupakan kesatuan logis yang harus ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas tertentu, yaitu penelitian ilmiah. Aktivitas tersebut harus dilaksanakan dengan metoda ilmiah yang diharapkan menghasilkan pengetahuan ilmiah.
Masing-masing dimensi tersebut memiliki karakteristik tertertentu. Ilmu sebagai aktivitas merupakan langkah-langkah yang bersifat rasional, kognitif, dan teleologis (The Liang  Gie, 2004: 108).  Ilmu sebagai metoda ilmiah memiliki unsur-unsur pola prosedural, tata langkah, teknik-teknik, dan instrumen-instrumen tertentu (The Liang Gie, 2004 : 118).
Pendapat The Liang Gie tentang hakikat ilmu kemudian kemudia dirumuskan sebagai berikut. Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metoda berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghjasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun  melakukan penerapan (The Liang Gie, 2004 : 130).
3.  Objek Ilmu
Apakah batas yang merupakan lingkup penjelajahan ilmu ? Dari manakah ilmu mulai ? Dan di mana ilmu berhenti ? Ilmu mempelajari alam sebagaimana adanya dan terbatas pada lingkup pengalaman manusia (Jujun S., 2005 : 105). Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak berbicara tentang sesuatu yang berada di luar  lingkup pengalaman manusia, seperti surga, neraka, roh, dan seterusnya.
Mengapa ilmu hanya mempelajari hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia ? Jawaban dapat diberikan berdasarkan fungsi ilmu, yaitu deskriptif, prediktif, dan pengendalian.
Fungsi dekriptif adalah fungsi ilmu dalam menggambarkan objeknya secara jelas, lengkap, dan terperinci. Fungsi prediktif merupakan fungsi ilmu dalam membuat perkiraan tentang apa yang akan terjadi berkenaan dengan objek telaahannya. Dan fungsi Pengendalian merupakan fungsi ilmu dalam menjauhkan atau menghindar dari hal-hal yang tidak diharapkan serta mengarahkan pada hal-hal yang diharapkan. Fungsi-fungsi tersebut hanya bisa dilakukan bila yang dipelajari berupa ilmu dunia nyata atau dunia yang dapat dijangkau oleh pengalaman manusia.
Objek setiap ilmu dibedakan menjadi dua : objek material dan objek formal. Objek material adalah fenomena di dunia ini yang ditelaah ilmu. Sedangkan objek formal adalah pusat perhatian ilmuwan dalam penelaahan objek material. Atau dengan kata lain, objek formal merupakan kajian terhadap objek material atas dasar tinjauan atau sudut pandang tertentu.
4.  Struktur Ilmu
Ilmu sebagai produk merupakan suatu sistem pengetahuan yang di dalamnya berisi penjelasan-penjelasan tentang berbagai fenomena yang menjadi objek kajiannya. Dengan demikian ilmu terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan. Saling hubungan di antara berbagai komponen tersebut merupakan struktur dari pengetahuan ilmiah.
Menurut The Liang Gie (2004 : 139) sistem pengetahuan ilmiah mencakup lima kelompok unsur, yaitu : a. jenis-jenis sasaran, b. bentuk-bentuk pernyataan, c. ragam-ragam proposisi, d. ciri-ciri pokok, dan e. pembagian sistematis.
a.    Jenis-jenis sasaran
Setiap ilmu memiliki objek yang terdiri dari dua macam, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah fenomena di dunia ini yang menjadi bahan kajian ilmu, sedangkan objek formal adalah pusat perhatian ilmuwan dalam mengkaji objek material. Objek material suatu ilmu dapat dan boleh sama dengan objek material ilmu yang lain. Tetapi objek formalnya tidak akan sama. Bila objek formarnya sama maka sebenarnya mereka merupakan ilmu yang sama tetapi diberi sebutan berbeda.
     Ada bermacam-macam fenomena yang ditelaah ilmu. Dari bermacam-macam fenomena tersebut The Liang Gie (2004 : 141) telah mengidentifikasi 6 macam fenomena yang menjadi objek material ilmu, yaitu :  1) ide abstrak, 2) benda fisik, 3) jasad hidup, 4)  gejala rohani, 5) peristiwa sosial, dan 5) proses tanda.
 b.   Bentuk-bentuk pernyataan
Berbagai fenomena yang dipelajari ilmu tersebut selanjutnya dijelaskan ilmu melalui pernyataan-pernyataan. Kumpulan pernyataan yang merupakan penjelasan ilmiah terdiri dari empat bentuk (The Liang Gie, 2004 : 142-143), yaitu : deskripsi, preskripsi, eksposisi pola, dan rekonstruksi historis.
1)    Deskripsi
Deskripsi adalah pernyataan yang bersifat menggambarkan tentang bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal rinci lainnya dari fenomena yang dipelajari ilmu.  Pernyataan dengan bentuk deskripsi terdapat antara lain dalam ilmu anatomi dan geografi.
2)    Preskripsi
Preskripsi merupakan bentuk pernyataan yang bersifat preskriptif, yaitu berupa petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya dilakukan berkenaan dengan ojkek formal ilmu. Preskripsi dapat dijumpai antara lain dalam ilmu pendidikan dan psikologi pendidikan.
3)    Eksposisi Pola
Bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola dalam sekumpulan sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang ditelaah. Pernyataan semacam ini dapat dijumpai antara lain pada antropologi.
4)    Rekonstruksi Historis
Rekonstruksi historis merupakan pernyataan yang berusaha menggambarkan atau menceritakan sesuatu secara kronologis. Pernyataan semacam ini terdapat pada historiografi dan paleontologi.
c.    Ragam-ragam proposisi
Selain bentuk-bentuk pernyataan seperti di atas, ilmu juga memiliki ragam-ragam proposisi, yaitu azas ilmiah, kaidah ilmiah, dan teori ilmiah. Ketiga ragam proposisi tersebut dijelaskan seperti berikut ini.
1)    Azas ilmiah
Azas atau prinsip ilmiah adalah sebuah proposisi yang mengandung kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati.
2)    Kaidah ilmiah
Suatu kaidah atau hukum dalam pengetahuan ilmiah adalah sebuah proposisi yang mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang dapat diuji kebenarannya .
3)    Teori ilmiah
Yang dimaksud dengan teori ilmiah adalah sekumpulan proposisi yang saling berkaitan secara logis berkenaan dengan penjelasan terhadap sejumlah fenomena.
Teori ilmiah merupakan unsur yang sangat penting dalam ilmu. Bobot kualitas suatu ilmu terutama ditentukan oleh teori ilmiah yang dimilikinya. Pentingnya teori ilmiah dalam illmu dapat dijelaskan dari fungsi atau kegunaannya. Fungsi teori ilmiah adalah :
a)     Sebagai kerangka pedoman, bagan sistematisasi, atau sistem acuan dalam menyususn data maupun pemikiran tentang data sehingga tercapai hubungan yang logis diantara aneka data.
b)     Memberikan suatu skema atau rencana sementara mengenai medan yang semula belum dipetakan sehingga terdapat suatu orientasi.
c)     Sebagai acuan dalam pengkajian suatu masalah.
d)     Sebagai dasar dalam merumuskan kerangka teoritis penelitian.
e)     Sebagai dasar dalam merumuskan hipotesis.
f)      Sebagai informasi untuk menetapkan cara pengujian hipotesis.
g)     Untuk mendapatkan informasi histories dan perspektif perma-salahan yang akan diteliti.
h)     Memperkaya ide-ide baru.
i)       Untuk mengetahui siapa saja peneliti lain dan pengguna di bidang yang sama.
d.     Ciri-ciri pokok ilmu
Ilmu merupakan pengetahuan yang memiliki karakteristik tertentu sehingga dapat dibedakan dengan pengetahuan-pengetahuan yang lain. Adapun ciri-ciri pokok ilmu adalah sebagi berikut.
1)    Sistematisasi
Sistematisasi memiliki arti bahwa pengetahuan ilmiah tersusun sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara fungsional.
2)    Keumuman (generality)
Ciri keumuman menunjuk pada kualitas pengetahuan ilmiah untuk merangkum berbagai fenomena yang senantiasa makin luas dengan penentuan konsep-konsep yang paling umum dalam pembahasannya.
3)    Rasionalitas
Ciri rasionalitas berarti bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika.
4)    Objektivitas
Ciri objektivitas ilmu menunjuk pada keharusan untuk bersikap objektif dalam mengkaji suatu kebenaran ilmiah tanpa melibatkan unsur emosi dan kesukaan atau kepentingan pribadi.
5)    Verifiabilitas
Verifiabilitas berarti bahwa pengetahuan ilmiah harus dapat diperiksa kebenarannya, diteliti kembali, atau diuji ulang oleh masyarakat ilmuwan.
6)    Komunalitas
Ciri komunalitas ilmu mengandung arti bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik umum (public knowledge). Itu berarti hasil penelitian yang kemudian menjadi khasanah dunia keilmuan tidak akan disimpan atau disembunyikan untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu.
e.    Pembagian sistematis
Pengetahuan ilmiah senantiasa mengalami perkembangan seiring dengan semakin banyaknya jumlah ilmuwan dan juga semakin luasnya peluang untuk melakukan penelitian. Perkembangan ilmu antara lain ditandai dengan lahirnya bermacam-macam aliran dan terutama cabang. Untuk memudahkan memperoleh pemahaman mengenai bermacam-macam aliran dan cabang tersebut diperlukan pembagian sistematis.
Referensi

Jujun S. Suriasumantri. (2005) Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Sinar Harapan.
Rinjin, Ketut. (1997) Pengantar Filsafat Ilmu dan Ilmu Sosial Dasar. Bandung : CV Kayumas.
The Liang Gie. (2004) Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty.

1 comments:

Mr. boy said...

komentar
menurut saya karakter memang sangat penting untuk di ajarkan , tapi percuma jika hanya di ajarkan tetapi tidak di terapkan.
pendidikan yang memuat karakter sudah cukup di ajarkan dalam sekolah maupun kuliah . semua pendidikan tersebut di ajarkan untuk membentuk manusia yang ber karakter . (wawasan luas, religius, dan ber budi luhur).
pendidikan karakter mungkin harus di mulai dari diri sendiri, dengan menunjukan prestasi, sikap baik, dan religius, maka orang akan terinspirasi untuk melakukan hal yang sama karena tahu dari dampak suatu karakter yang kita bentuk misalnya mendapat kehormatan , penghargaan, di senangi orang dan lain-lain.
pembentukan karakter tidak hanya di lakukan di sekolah kita bisa melihat contoh para pahlawan banyak yang tidak sekolah tapi punya karakter(rasa cinta tanah air yang tinggi dan agama yang kuat). tetapi jika di imbangi dengan kecerdasan sekolah mungkin dari dulu kita tidak pernah terjajah.menurut saya yang harus di perbaiki saat ini adalah rasa cinta tanah air, perbaikan agama& untuk memperbaiki moral bangsa.dan banyak mengukir prestasi. perbaikan tersebut harus di lakukan dengan kegiatan nyata bukan hanya teori pengajaran semata.



[nama: Ika kurniawati
prodi: PGSD
NPM : 10.1.01.10.0175]

Post a Comment